Kudus – Angga, Dhani dan Veno mereka adalah sahabat yang lahir dan tumbuh di Desa Solog, Kecamatan Bae yang terbilang jauh dari kota. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama dari mulai ke sekolah, bermain, belajar kelompok, dan mengkaji agama. Sejak masa pandemic covid 19 mereka tidak lagi sekolah, namun di luar itu mereka tetap akrab dan bermain. Mencari belalang, main di pematang sawah, memandikan kerbau juga bersepeda tak lepas dari kegiatan mereka setiap hari.
Di suatu hari saat mereka sedang beristirahat di bawah pohon kelapa sambil mereguk air kelapa yang baru saja Dhani petik. Tiba-tiba Angga melihat dari kejauhan kendaraan besar (truk) yang sangat bagus dengan segala aksesoris dan motif warna serta lukisan di bagian belakangnya. Apalagi saat truk itu membunyikan klaksonnya, sontak membuat mereka teriak kegirangan secara bersamaan.
Telolett…. Teloleeett…., Telolett…. Teloleeett….
Veno yang memperhatikan Angga karena melamun sambil senyum-senyum sambil menepuk punggungnya veno lalu berkata : ” Hey, Angga kamu kenapa senyum-senyum sendiri begitu”, Angga pun terkejut dan memutarkan pandangannya ke arah veno dan Dhani. ” Ven, Dhan, kamu tadi lihat truk itu juga kan.?” “Iya” Jawab keduanya. “Kenapa memangnya Ngga.? ” Tanya Dhani dan Veno. ” Aku tiba-tiba berpikir dan membayangkan jika aku yang mengendarai truk yang bagus tadi. Waah, pasti senang banget aku. Dan aku ingin sekali kalau besar nanti bisa mengendarai truk. “
Sambil melempar pandangannya ke atas dan sedikit senyum-senyum kecil di bibirnya yang terlihat manis di tambah lesung pipit di pipinya. Seketika itu Dhani pun langsung menanggapi perkataan Angga. ” Walah, iya aku sama sepertimu Ngga.” Bahkan jauh sebelum aku melihat truk yang baru saja lewat tadi, aku sudah mempunyai keinginan kalau aku sudah besar nanti aku ingin sekali bisa mengendarai truk. Bahkan lebih bagus dari yang baru saja lewat, entah kenapa aku merasa gagah, perkasa dan bangga jika bisa mengemudi truk. Dan orang tua ku tidak melarang aku ingin menjadi supir truk kalau besar nanti. Malah mereka sangat mendukungnya dan mengarahkan ku agar aku harus lebih giat lagi belajar bahkan sampai ke tingkat sarjana. Supaya aku menjadi supir truk. ” Tegas Dhani kepada Angga dan Veno. “
“Hahahahah.. Tiba-tiba Veno tertawa terbahak bahak. Memangnya jika kita ingin jadi supir truk harus sekolah sampai tingkat sarjana ya..? ” Selah Veno di balik tawa. “Kalau kata orang tua ku, jika aku hanya memiliki cita-cita sebagai supir truk. Aku hanya butuh belajar menyetir mobil dan memiliki sepatu. Karena itu bagian dari standarisasi pengemudi truk. Kata ayahku.
“Lanjut Veno. ” Dan kita harus memiliki SIM T. ” Sambut Dhanu. ” Lho, kok SIM T ?” sontak membuat Angga tergejut mendengar perkataan Dhani. Setahuku bukannya SIM B2. Dhan.? Kenapa jadi SIM T dan apa itu SIM T kok aku baru dengar ya ?” Dhani pun segera menjawab pertanyaan Angga dan Veno yang terlihat kebingungan lantaran mendengar kata SIM T.” Bukan! SIM B2. Setahuku SIM T. (Surat Ijin Mengemudi Truk.)” Seketika Angga dan Veno saling memandang dan tak kuasa menahan tawa yang akhirnya pecah secara bersamaan.
“Hahahahaha..Dhani…Dhani… Ada-ada saja kamu ini..” Teriak Angga tak kuasa menahan tawa sambil mendorong tubuh Dhani yang langsung jatuh kebelakang dan kepalanya mengenai kelapa yang belum di kupas. “Aduh…menyeringai memegang batok kepalanya dan spontan berupaya kembali untuk duduk. “.. Hahahaha.. Dan tawa mereka bertiga pun memecah kehangatan senja dan membuat burung-burung kecil beterbangan seolah ikut menertawakan kelucuan tiga sahabat itu.
Mamexa